Aku Orang Indonesia

Banyak yang berpikir kalau aku telah jatuh cinta pada peradaban di luar tanah kelahiranku. Tidak, tidak sepenuhnya begitu. Ketika aku di sini, atau di negara lain aku selalu berpikir, kenapa ya, Indonesia nggak bisa begini, nggak bisa begitu, dan gimana ya, caranya biar Indonesia bisa begini atau begitu...

Sesungguhnya, sejak sepuluh tahun yang lalu, dalam perjalanan pertamaku, aku telah menyadari bahwa tinggal di luar negeri membuatku lebih mencintai tanah kelahiranku. Tinggal di belahan bumi yang lain membuatku ingin melihat bumi Indonesiaku jadi lebih baik dari waktu ke waktu. Aku selalu ingin pulang dan berharap bisa melakukan sesuatu. Banyak hal yang membuatku merasa begitu...

Di bumi eks-kolonialis ini kadang aku masih bertemu dengan sosok-sosok rasis yang berpikir bahwa manusia yang dilahirkan dengan kulit berwarna tak sebaik manusia berkulit putih. Aku bertemu dengan manusia-manusia ini di banyak kesempatan; dalam acara makan malam, di kereta, bahkan di ruang kelasku. Tak ada hal manis yang mereka sampaikan tentang negara kita, bahkan dari cara mereka memandang atau memperlakukanku, terasa benar bahwa mereka melihatku dengan "berbeda".

Seorang rasis di kelasku bahkan tak pernah menunjukkan sikap yang menyenangkan terhadap siapapun yang "berwarna". Saat dia harus bekerjasama dalam kelompok denganku, dengan seorang teman dari Peru keturunan Indian, atau dengan seorang warga Amerika Serikat keturunan Vietnam, dia tak pernah mau mendengarkan apapun yang kami katakan. Sialnya, dia bercita-cita jadi diplomat, atau politisi kenamaan!!! Waks. Seperti apa ya, nantinya, "kebijakan" yang dia buat? Pasti tidak akan bijak sama sekali untuk seluruh warga negaranya. Bukankah tidak mungkin, dalam suatu negara semua orang memiliki "warna" yang sama?

Masih banyak yang berpikir bahwa negara kita tak mungkin memiliki teknologi yang lebih maju, atau memiliki apapun yang lebih dari apa yang mereka miliki saat ini, termasuk dalam hal jumlah channel TV yang bisa diakses oleh publik. Banyak orang Perancis yang kukenal terlihat agak terganggu saat tahu bahwa Indonesia punya lebih banyak channel TV untuk umum daripada Perancis. Wah, padahal aku belum sempat cerita soal jumlah infotainment di negara kita...hehehe..bisa pingsan mereka! (btw, banyaknya infotainment di Indonesia patut dibanggakan ngga sih? :-p)

Aku sering geram dan sedih saat aku bertemu dengan orang-orang itu. Geram karena stigma yang mereka pasang tentang kita, dan sedih karena kenyataannya kita memang tak punya terlalu banyak hal yang bisa dibanggakan.













di kelas baruku memang lebih banyak yang putih daripada yang berwarna...

Masih banyak sekali orang-orang di Eropa yang tak tahu, dimana letak Indonesia, apalagi nama ibukotanya. Yang mereka tahu, Indonesia identik dengan korupsi besar-besaran, termasuk korupsi dana bantuan yang "mereka" berikan; termasuk bantuan untuk korban Tsunami. Hum, yang ini memang bikin muak dan malu. Indonesia identik dengan bom dan anarki. Indonesia identik dengan kemiskinan dan kesenjangan sosial... Soal terkenalnya kesenjangan sosial di Indonesia, aku punya cerita.

Ada seorang teman sekelasku yang ramah sekali. Dia perempuan asal Yunani, yang di negaranya memiliki sebuah hotel berbintang empat. Ngga heran kalau dia sudah berkunjung ke banyak negara, salah satunya Indonesia.

Suatu hari kami duduk bersama di cafetaria, dan dia berkata. "J'ai visité ton pay. C'est trés jolie." Aku pernah mengunjungi negaramu. Negara yang sangat indah.
Aku tersenyum lebar mendengar komentarnya. Aku senang sekali.
"Indonésie est un pay tres interessant aussi." Indonesia juga negara yang sangat menarik.

Hum, senyumku makin lebar, penuh kebanggaan.
"Pourquoi, tu pense?" Kenapa menurutmu (Indonesia adalah negara yang menarik)?

Di kepalaku, aku berpikir dia akan bicara tentang kebudayaan kita yang beragam. Dan ya, dia bicara tentang "budaya" di negara kita.
"C'est tres interessant parce qu'il y a une grande différence dans la classe sociale. Les riches sont tres riches, et le pouvres sont tres pouvres..." Indonesia sangat menarik karena adanya perbedaan yang besar dalam kelas sosialnya. Yang kaya sangat kaya, dan yang miskin sangat miskin..."

Gubrak. Wajahku serasa ditampar bolak-balik, sementara wajah Carita, temanku itu tetap penuh senyum tak berdosa. Dia benar. Dan aku, sekali lagi, sedih sekali. Kebenaran memang seringkali terasa pahit di hati...

Saat aku jauh dari Indonesia aku selalu mengikuti berbagai perkembangan di bumi kelahiranku. Kasus korupsi masih terus ada. Euh, by the way busway, tahukan kalian, kalau bahkan di buku panduan perjalanan terbitan Hachette ada bagian khusus tentang bagaimana korupsi merajalela di negara kita? Aku menemukan buku terbitan tahun 1996 ini di
pasar barang bekas di Gournay. Yang lebih pedih lagi, ada trik untuk para wisatawan asing yang berurusan dengan polisi di jalan. Pertama-tama, tunjukkan wajah tak berdosa. Kedua, teruslah bicara dalam bahasamu. Kalau hal ini tidak membuat polisi yang menghentikanmu menyerah, tawarkan uang. Biasanya dengan Rp. 10,000,- (jangan kaget dengan jumlah ini, sekali lagi, buku itu diterbitkan tahun 1996!).... kalian (para wisatawan) bisa bebas dari segala hukuman. Hal ini dianggap penting untuk diketahui oleh para wisatawan karena "penyelesaian di jalan" biasanya jauh lebih mudah daripada di pengadilan...

RUU APP juga jadi pertanyaan di sini. Perda tentang ciuman lima menit made in Tangerang masuk di Oddly Enough di berbagai media Eropa. Sekali lagi bangsa kita dianggap melakukan hal "aneh". Draft RUU APP membuat kebanyakan perempuan terlihat sebagai "mahluk porno". Atau tentang ciuman lima menit, atau tentang razia perempuan yang disangka pelacur. Please deh... semua orang juga tahu bahwa banyak PSK yang beroperasi di hotel berbintang dan ngga pernah tersentuh.


Semua orang juga tahu bahwa lewat internet kita bisa dapat gambaran tentang seks yang indah maupun yang tidak indah, yang mendidik ataupun tidak mendidik. Dengan represi ke"tabu"an yang ada di sekitar kita, hal ini bisa jadi membuat banyak orang nantinya tambah penasaran dengan cara yang tidak indah. Hellooouuuuu.... apa kabar para pembuat peraturan? Sudahkah hal-hal seperti ini dipikirkan?

Sudahkah dibayangkan bahwa besarnya represi seringkali memperbesar pula rasa penasaran dan penolakan terhadapnya? Apakah tidak lebih baik bila kami, warga negara Indonesia belajar tentang kesehatan reproduksi yang benar dan belajar tentang penghargaan terhadap gender yang ada? Biarlah kami belajar berpikir dan mengelola alam pikir, bukan hanya menghafalkan boleh dan tidak boleh, tapi juga memahami boleh dan tidak boleh secara rasional.

Yang kami butuhkan untuk berangkat menuju bangsa yang dikenal sebagai bangsa yang beradab adalah kail untuk menangkap kehidupan yang lebih baik. Jaring pengaman sosial yang sesungguhnya bukanlah roti dan komedi. C'est passé. Sudah lewat atuh, sejak ratusan tahun yang lalu. Manusia ber-evolusi dan be-revolusi. Bukan hanya tinggi badan kita yang bertambah, tapi juga tingkat intelektualitas kita telah berbeda.

Memikirkan sistem pendidikan yang layak, yang mendidik keahlian berpikir logis dari berbagai sisi, bukan yang mendidik kita untuk menghafalkan terasa lebih penting daripada semata-mata mengurusi apa yang disebut sebagai "moral". Kalau saja pendidikan yang baik itu tersampaikan ke seluruh pelosok negeri, pasti akan lebih banyak pemikir handal di bumi kita. Seandainya saja perlindungan dan rasa aman, kepercayaaan, perlindungan para saksi dan hukuman yang setimpal benar-benar ada, maka bandit-bandit kemaksiatan akan berpikir seribu kali sebelum beroperasi. Saat ini terjadi, negara tak perlu lagi bersusah payah menciptakan aturan yang berusaha menegakkan "moral" seperti saat ini. Ing ngarsa sung tuladha. Di depan memberi contoh. Suka atau tidak, itulah sistematika sederhana yang secara alami masih berlaku dalam pembentukan perilaku suatu bangsa.

Kulitku memang berwarna. Aku memang orang Indonesia. Aku telah menapakkan kaki di belahan bumi yang berbeda. Aku telah menanggung cap "bangsa yang bodoh" dan "bangsa yang tidak bisa dipercaya dan biadab (salah satunya karena 'memakan' dana bantuan kemanusiaan)". Mungkin tidak cuma aku, tapi juga teman-teman kulit berwarna lain pernah merasakan cap ini. Sungguh, aku berharap, negara tak akan berbuat lebih banyak untuk membuat Indonesia terlihat semakin bodoh lagi.


Sisi baiknya adalah, secara perseorangan atau berkelompok, kita jadi berusaha sebaik mungkin untuk menunjukkan bahwa kita tak seburuk yang mereka sangka. Selalu ada cahaya di balik awan kelabu. Setidaknya, kita jadi berharap Indonesia akan lebih baik di lain waktu, dan harapan menumbuhkan gerakan untuk membuatnya nyata.
Suatu hari nanti semoga orang Indonesia bisa berkata dengan bangga, Viva kosmetika Indonesia!... ups, maksudku, Viva Indonesia! :)

I Fall in Love to The Little Prince

One of my French teachers in Indonesia said that once I have enough comprehension in French, I must read a marvelous work of Antoine de Saint-Exupéry, Le Petit Prince . In English, he is called as The Little Prince. Understanding The Little Prince was my biggest motivation in my early days in France. I guess I fell in love with him long before I met him. So, I was always thinking of making it the first book written in french that I read completely, and I did. I had those book on my dining table on a Palm Sunday from Mr. and Mrs. Bertholy, the parents of the family where I stay now. I got the English and French version, which then gave me deeper comprehension on the story.

The book looks simple, with a simple drawing of the little prince figure at the cover. Yet, the words there strucked my mind deeply. I do fall in love to this book due all its simplicity. St. Exupéry didn't use any sophisticated words in it. Yet, he made it so sweet and innocent. I am a bit ashamed then, to realize that once I've ever thought that if I would like to create a memorable book, I should be precisely using those sophistication to make my reader feels impressed. I guess I felt that way after I read Supernova by Dee... But now, this Little Prince is such an enlightement for me. It looks like he convey a message, "you can go deeper in simplicity!"

He digged into the ideas of relationships, love, tamed heart and the essence of the actions done by human. How he positioned this Little Prince makes you get involved into his compassion on him, the compassion of the Little Prince and the little rose, the way they protect the ones that they love...

One of my favorite is "it is only with one's heart that one see clearly. What is essential is invisible to the eye".
Also, about friendship. You, who feels lonely in your busy days might laugh bitterly on it; "Man have no more time to understand anything. They buy ready-made things in the shops. But since there are no shops where you can buy friends, men no longer have any friends."

You really must read all chapters then you get the sense of it. Then, you'll understand why I fall in love to the Little Prince...

Champagne Cuma dari Champagne

Kalau ada yang bilang bahwa kita tidak mungkin survive hidup di Perancis tanpa minum wine, aku bisa bilang kalau pernyataan itu tidak benar. Memang agak sulit untuk selalu menolak tawaran mencicipi wine di negara ini. Selain karena Perancis memang gudangnya wine berkualitas, wine juga sudah jadi bagian kebudayaan yang menyatu dengan kehidupan sehari-hari orang Perancis. Wine telah menjadi bagian yang menyatu dengan acara makan sehari-hari atau acara penting seperti pesta dan pernikahan. Meski demikian, kalau kita bilang baik-baik bahwa kita tidak minum alkohol, mereka tidak akan memaksa kok.

Dan itulah yang aku lakukan selama aku tinggal di sini. Meski tidak minum wine, aku tetap punya minat besar untuk belajar lebih banyak tentangnya. Aku beruntung karena papa Jeff adalah kolektor wine yang cukup serius. Hari Sabtu yang lalu aku mendapat kursus intensif seputar wine langsung dari beliau dari jam 8 sampai jam 12 malam. Kursus itu berlangsung di ruang makan dan di bawah tanah.














Lho kok di bawah tanah? Iya, ini karena di bawah tanah, tepatnya di bawah garasi rumah ini terdapat gudang penyimpanan wine yang dalam bahasa Perancis disebut sebagai "cave" dan dalam bahasa Inggris disebut sebagai "cellar". Di dalam cave yang dibangun limebelas tahun yang lalu ini terdapat rak-rak penyimpanan yang berisi lebih dari duaratus botol wine dan champagne.
Kenapa cave selalu berada di bawah tanah? Ini karena temperatur di bawah tanah selalu stabil. Wine bisa terjaga dengan baik, atau bahkan meningkat kualitasnya bila tersimpan dalam udara yang sejuk, antara 10°-15°C. "Kursus"ku berawal dari pertanyaanku tentang berapa lama wine yang telah dibuka bisa bertahan. Siang itu kami merayakan ulang tahun mama Jeff, dan ada dua botol wine yang telah dibuka tapi masih tersisa. Pertanyaanku merambat ke dari mana wine itu berasal, dan apa yang membuatnya berbeda.

Akhirnya, papa Jeff mulai menjelaskan cara membaca label di botol wine dan mengambil atlas french wine untuk menjelaskan lokasi-lokasi pembuatan wine. Kita bisa mengenali asal wine dari bentuk botolnya. Wine dari Bordeaux dikemas dalam botol yang gemuk dengan leher yang kecil dan pendek, sementara botol wine dari Bourgogne berbentuk lebih langsing, mirip terompet dengan leher yang lebih panjang. Wine dari Alsace dikemas dalam botol yang (menurutku sih...) lebih cantik, dengan bentuk yang langsing dan tinggi. Wine dari Jura berbeda lagi. Botolnya lebih gemuk dan pendek dari wine asal Bordeaux.

Kita juga bisa tahu banyak hal hanya dari membaca label yang ditempel di botol wine. Di label itu ada tahun yang tertera, yang menandakan tahun dimana buah anggur yang dipakai untuk membuat wine itu dipetik. Lokasi kebun anggur juga penting untuk dicantumkan, karena pecinta wine sejati tahu dimana buah anggur berkualitas ditanam. Keterangan itu masih ditambah lagi dengan grand cru, premiere cru atau deuxieme cru. Grand cru adalah petikan anggur kualitas tertinggi, yang dikenal akan menghasilkan wine berkualitas tertinggi pula. Premiere dan deuxieme masing-masing menyusul sebagai kualitas petikan anggur di bawahnya.

Keterangan ini penting, selain untuk gengsi saat menyajikan atau menghadiahkan sebotol wine, kualitas ini juga penting saat kita menyimpan wine untuk investasi. Wine yang terbuat dari anggur grand cru tentu memiliki nilai tertinggi, dan nilai ini akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya usia penyimpanan wine tersebut.
















Nama varietas buah anggur yang dipakai untuk membuat wine itu juga biasanya tertera, kecuali untuk sebagian besar wine asal Bordeaux, kita tidak akan menemukan nama varietas anggur yang dipakai. Ini karena di Bordeaux biasanya para pembuat wine mencampur lebih dari satu jenis buah anggur sebagai bahan bakunya. Ada juga nama chateau tempat buah anggur itu diproses menjadi wine, nama pihak yang mengkontrol kualitas anggur, dimana wine tersebut dikemas dalam botol, berapa kadar alkohol yang terkandung dan berapa volume wine yang ada di dalam sebuah botol.

Ada lagi yang menarik dari label wine, yaitu keterangan tentang rasa dan aroma wine. Ada sec atau "kering", ada demi sec atau "setengah kering". Ada pula keterangan tentang aromanya, yang kadang juga disebut sebagai bouquet atau campuran aroma yang bisa didapat dari suatu jenis wine. Meski cuma dibuat dari buah anggur, proses fermentasi, bakteri, suhu dan cara penyimpanan wine bisa membuat wine beraroma foret atau hutan, beraroma rumput liar, atau buah-buahan, bahkan beraroma seperti pisang! Keterangan tentang aroma spesifik ini membuat orang tertarik mencicipinya.

Ini juga yang membuat acara wine degustation atau acara mencicipi wine jadi menarik. Tapi jangan salah sangka, meski dalam acara itu ada banyak jenis wine yang dicicipi, seorang degustateur atau pencicip tidak akan mabuk. Pasalnya, saat mencicipi kita tidak diperkenankan meminumnya. Dalam prosesi wine degustation kita cuma memutar-mutar gelas di bawah hidung kita untuk merasakan aromanya, mencecapnya, membiarkan syaraf-syaraf perasa di lidah kita mengenali rasa wine itu, lalu membuangnya dan beralih ke jenis wine yang lain.

Malam itu aku juga jadi tahu bahwa sebetulnya yang boleh disebut sebagai Champagne adalah sparkling wine yang berasal dari wilayah Champagne. Yang membuat Champagne berbeda dari jenis wine yang lain adalah rasanya yang manis dan gelembung udara cantik yang muncul dan naik ke permukaan saat Champagne dituang ke dalam gelas. Gelembung udara yang sempurna inilah yang tidak dimiliki jenis white wine lainnya. Saat ini di Perancis telah ada aturan yang melarang white wine bergelembung udara yang berasal dari daerah selain Champagne dilabeli sebagai Champagne.

Aku juga mendapat sedikit pelajaran tentang buah anggur. Sebelumnya aku telah bicara tentang grand cru dan premiére cru. Nah, ternyata, sebuah kebun anggur bisa menghasilkan jenis buah anggur yang sama tapi dengan kualitas yang berbeda. Misalnya nih, di sebuah desa kita sama-sama menanam buah anggur dari varietas pinot blanc. Ketinggian dan komposisi tanah yang berbeda sedikiiitttt... saja bisa membuat kebunku menghasilkan grand cru, sementara kebunmu menghasilkan deuxieme cru. Enakan di aku, sedihan di kamu..hehehehe... :p

Buah anggur yang dipakai juga berbeda-beda. Ada yang memproses wine dari buah anggur segar, ada juga yang memproses wine dari buah anggur yang sudah dikeringkan dengan cara digantung di langit-langit gudang. Yang lebih spesifik lagi, di Bourgogne ada pembuat wine yang memilih untuk membuat wine dari buah anggur yang dibusukkan di pohon. Waduh, gimana lagi tuh? Ceritanya, sebetulnya anggur di Perancis pada umumnya sudah masak di bulan September. Tapi ada yang memilih untuk membiarkan anggur yang sudah masak itu tetap tergantung di pohon sampai...bulan November! Udara yang dingin dan stabil, sekitar 2°C dan kelembaban yang tinggi membuat anggur yang sudah masak itu semakin lama semakin tinggi kadar gulanya. Nah, inilah yang membuat anggur itu menjadi bahan baku yang sangat baik untuk membuat wine berkualitas superieur.

Proses penanaman dan pertumbuhan anggur yang sangat tergantung pada bersahabatnya alam, dan perfeksionisnya sistem pembuatan wine diterapkan untuk menjaga kualitas wine. Hal ini membuat bisnis wine menjadi bisnis yang rentan terhadap berbagai perubahan alam. Ada tahun-tahun tertentu dimana suatu wilayah sama sekali tidak bisa memproduksi wine karena kualitas buah anggur yang diproduksi tidak cukup baik gara-gara perubahan cuaca atau suhu udara. Para pembuat wine tidak akan memaksakan untuk membuat wine dari buah anggur asal-asalan. Mereka memilih untuk merugi daripada membuat wine yang menghancurkan nama baik mereka sendiri. Inilah yang membuat banyak brand wine bisa bertahan dan dipercaya sebagai wine berkualitas selama ratusan tahun.

Suhu, volume udara yang ada dalam tong fermentasi dan jenis bakteri juga mempengaruhi proses fermentasi wine. Makanya kita bisa menemukan wine yang berwarna putih, merah, pink, sampai kuning! Wine kuning atau vine jaune adalah wine khas daerah Jura. Warnanya kuning, betul-betul kuning.

Nah, setelah belajar teori dasar tentang anggur, papa Jeff kemudian mengajakku ke cave untuk ujian singkat. (Euhh... %)) Beliau mengeluarkan beberapa botol wine dan memintaku menjelaskan dari mana mereka berasal berdasarkan bentuk botolnya, kemudian menjelaskan apa yang tertera di labelnya. Seru juga. Aku jadi semakin tahu bahwa kebanyakan wine dikemas dalam volume 750 ml atau 75 cl per botolnya. Meski demikian, ada juga edisi khusus botol besar, yang berisi 2000 ml. Nah, khusus untuk wine kuning dari Jura, di labelnya tertulis 63 cl. Kadar alkohol wine yang tersimpan di koleksi papa Jeff berkisar antara 12 sampai 14 persen.

Lalu aku belajar tentang kekerasan tutup botol wine untuk mengetahui wine itu bisa disimpan lama atau tidak. Wine berkualitas tinggi biasanya memiliki tutup botol yang keras. Botol-botol wine disimpan dalam posisi terbaring untuk menjaga agar tutupnya tetap terbasahi oleh wine sehingga tetap lembab dan mencengkeram rapat.

Aku juga jadi tahu, bahwa tak semua jenis wine bisa bertambah kualitasnya saat mereka disimpan lama. Ada loh, yang malah berubah jadi cuka. Hal ini terjadi pada wine yang hanya melalui proses fermentasi singkat. Misalnya, di bulan November 2005 kita sudah menemukan wine yang labelnya bertuliskan 2005, itu berarti bahwa buah anggur yang dipakai untuk pembuatannya dipetik pada bulan September dan melalui proses fermentasi selama sebulan saja. Wine ini disebut sebagai young wine dan biasanya tidak bisa bertahan lebih dari satu tahun.

Selanjutnya, aku belajar tentang gelas dan carafe atau botol kaca atau kristal yang benar untuk masing-masing jenis wine. Gelas dan botol yang benar akan membuat rasa dan aroma sejati dari masing-masing wine jadi benar-benar terasa. Aku juga belajar tentang tinggi dan diameter ideal gelas-gelas dan botol itu, cara memegangnya, dan bagaimana cara menyajikan wine dengan cara yang elegan. Menarik sekali. Sayangnya sampai saat ini aku belum betul-betul tahu detail makanan dan wine yang menyertainya. Secara umum sih biasanya Champagne hadir sebagai aperitif yang muncul di urutan pertama acara makan à la Perancis. Setelah itu entrée atau hidangan pembuka akan muncul, disusul oleh plat principal atau hidangan utama. Plat principal yang terbuat dari daging sapi atau ayam ditemani oleh wine merah, sementara wine putih biasanya muncul bersama plat principal yang terbuat dari ikan.

Bagiku, mempelajari sesuatu selalu baik. Seperti kata papa Jeff, "aku tahu, kamu ngga akan pernah tertarik untuk meminumnya...". Bagiku, pelajaran tentang wine malam itu adalah pelajaran tentang sebuah kebudayaan. Bukan untuk melanggar apa yang kupercayai. *

Padang Dafodil

Bunga apa saja yang muncul di awal musim semi? Jawabannya bisa bermacam-macam: sakura, violet, bunga lonceng, semuanya mekar di hari-hari pertama musim yang indah ini. Saat pohon-pohon masih "tertidur" tanpa daun, bunga-bunga kecil ini sudah bermekaran. Semuanya cantik. Tapi buatku, bunga tercantik yang mekar di awal musim semi adalah Dafodil. Dafodil sangat sederhana. Rumpunnya sekilas kelihatan seperti rumput biasa. Mereka tumbuh liar di padang rumput atau di daerah sekitar hutan. Bunganya yang kuning membuat hari-hari musim semi kelihatan semakin cerah, dan ini dia, padang Dafodil yang kutemukan di sekitar Chateau Vaux le Vicompte, Seine sur Marne, Perancis... cantik kan?

commenting and trackback have been added to this blog.

The Emperor's Guest

"Of all cities in Indonesia, he falls in love to a girl from SEMARANG?"
"Dari semua kota yang ada di Indonesia, dia jatuh cinta pada perempuan dari SEMARANG?"
Itu dalah kalimat yang disampaikan sepupu Jeff di Scotland, saat orangtua Jeff berkunjung beberapa waktu yang lalu.

Cinta memang aneh. Kita tak pernah tahu kapan dan dimana dia akan tumbuh, dan kepada siapa dia akan dijatuhkan. Dan ini, sedikit cerita tentang sejarah sebuah keluarga...

Kakek buyut mama Jeff berasal dari Jerman, namun kemudian mereka bermigrasi ke Inggris untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Di Inggris keluarga ini pun berkembang lewat pernikahan demi pernikahan, sampai mereka memiliki beberapa nama keluarga yang berbeda. Puluhan keturunan ini pun punya garis kehidupan yang berbeda. Orangtua mama Jeff bermigrasi ke Perancis, namun beberapa sepupu keluarga ini tetap tinggal di wilayah kerajaan Inggris.

Sepupu itu, yang begitu terkejut mendapati seorang Bertholy jatuh cinta pada perempuan Semarang, adalah bagian keluarga yang tinggal di Inggris saat perang dunia kedua pecah. Namanya Don Peacock. Dia menulis sebuah buku berjudul "The Emperor's Guest" berdasarkan buku harian yang ditulisnya selama masa perang dunia kedua. Buku itu dihadiahkan pada orangtua Jeff, dan orangtua Jeff meminjamkannya padaku untuk sedikit belajar tentang sejarah keluarga ini.

Don Peacock bergabung dengan RAF, angkatan udara Inggris, dan ditugaskan ke pangkalan militer Inggris di Seletar, Singapura, pada tahun 1942. Pada bulan Maret 1942 Jepang datang dan memporak porandakan pangkalan militer Inggris di sana. Nasib membawa Don Peacock ke Jawa, Indonesia, sebagai tawanan perang.

Kota pertama yang menampung para tawanan Inggris itu adalah Tasikmalaya, Surabaya, kemudian SEMARANG. Semarang adalah kota dimana Don Peacock merasakan penderitaan yang memuncak sebagai "The Emperor Guest" atau "Tamu Sang Kaisar". Istilah yang ironis, namun demikianlah cara Jepang menyebut mereka.

Di Semarang, Tamu Sang Kaisar tinggal di kamp yang lembab dan kotor, makan sehari sekali, menjalankan kerja paksa di bawah matahari tropis yang panas, didera penyakit dan kelaparan, untuk membangun proyek Semarang Aerodome, di wilayah yang disebut Don sebagai Kalibantan. Hari ini orang Semarang menyebutnya Kalibanteng. Semarang Aerodome kini bernama Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang. Saat membaca buku itu, aku merinding membayangkan seorang keluarga Jeff ikut membangun bandara tempatku mengawali berbagai perjalanan panjang dari kotaku...

Dalam bukunya, masa-masa sebagai tawanan di Semarang disebutnya sebagai Down to Earth with The Moko Moko, Night of the Stink Beetles, dan Guest of The Emperor. Tiga Bab ini bercerita tentang apa yang terjadi sepanjang bulan Juni 1942 sampai April 1943, dimana semuanya penuh penderitaan dan kekejaman perang. Di periode ini pula, RAF mengirimkan surat pada keluarga Peacock di Inggris yang menyatakan bahwa Don hilang dalam serangan tentara Jepang di Singapura....

Banyak siksaan yang datang pada para tawanan ini gara-gara kesalahpahaman komunikasi. Contohnya, saat tentara Jepang (yang disebut Don sebagai "Nips") menepuk bahunya, Don berpikir itu adalah isyarat untuk "pergi". Tapi ternyata, itu adalah isyarat untuk "mendekat". Tendangan, pukulan, sabetan gagang bayonet pun jadi makanan sehari-hari, ditengah suplai nasi goreng yang pas-pasan dan serangan malaria yang membuat banyak tawanan nyaris gila. Beberapa di antaranya malah mulai berkhayal tentang Snow White dan tujuh kurcacinya yang datang dengan kapal selam di laut Jawa dengan misi menyelamatkan mereka...

Uniknya, di tengah cerita miris tentang penderitaan itu Don masih bisa bercerita tentang indahnya pagi di Semarang. Kata Don, di tahun itu pagi di Semarang kadang berkabut, dan saat matahari menguapkannya, mereka bisa melihat indahnya gunung Ungaran, Prahu, Sindoro dan Sumbing. "They appeared just up to the road, but as the day progressed they would gradually clothe themselves in an ever-thickening veil of cloud and then finally vanish altogether..." (Peacock, 1989:37). Bayangkan, seorang tawanan bisa menggambarkan keindahan seperti itu dalam buku hariannya...

Setelah Jawa, Nips mengirim mereka ke Haruku, Maluku Selatan, lalu Makasura. Perjalanan di Indonesia berakhir pada bulan Januari 1945, saat mereka dikembalikan ke Singapura pada bulan yang sama. Don tidak menceritakan secara detil berapa tentara RAF yang selamat melewati masa sebagai tamu sang Kaisar dan bisa kembali ke Inggris pada bulan September 1945.

Tentu sulit bagi Don untuk membayangkan kemungkinan jatuh cinta pada perempuan asal Semarang, setelah semua pengalaman yang dijalaninya. Meski demikian, pada tahun 1977 Don dan beberapa eks tamu Kaisar kembali ke Indonesia, ke tempat dimana mereka dulu bekerja dan tinggal, dalam sebuah perjalanan napak tilas yang diadakan oleh ikatan veteran perang Inggris.

Komentar keluarga Peacock selanjutnya tentang Jeff yang jatuh cinta pada aku, perempuan asal Semarang adalah, "mungkin cerita cinta anak kalian adalah cara yang indah untuk melupakan kesedihan di masa lalu dan melihat Semarang sebagai tempat yang lebih indah dalam sejarah keluarga kita..."

Beautiful Eiffel

Eiffel memang cantik. Aku ngga pernah bosan mampir ke Trocadéro buat sekedar duduk dan memandangnya, atau naik dan melihat indahnya Paris dari atas.
Eiffel is just georgeous. I never hesitate to always come back to Trocadéro to just sit and stare on it, or climbing up and see beautiful Paris from above.

Hari Jumat lalu aku kembali ke sana. Di musim semi seperti ini kita bisa puas bermain-main dengan kamera dan mendapat foto-foto cantik dari berbagai sudut... seperti ini:
I went back there last Friday. In spring time like this we can satisfy ourself with beautiful pictures that we take from different angle, just like this:





















green green grass of Trocadéro

Wanna see more?
Soon I will put more beautiful photographs of Eiffel on pretty places page. Just click the link from this page!

Updated Look of My Blog

Last week I was so deep into arranging my blog. I re-organized the folders, wrote some new articles, especially on pretty places links, and put new features: the shoutbox and the web-counter.

Minggu lalu aku habis-habisan menata isi blog-ku. Selain menata ulang folder di dalamnya, aku, juga menulis artikel baru, terutama di halaman "pretty places" plus menambahkan fitur baru: shoutbox agar teman-teman bisa langsung menyapaku dan web-counter agar aku tahu berapa banyak jumlah kunjungan di blog-ku.

Hope you like it! =)

Unkay





















Unkay. Since the first time I heard that name I always felt that the name is such a cute name. I found that name one month ago, when I was visiting my school library. Suddenly a librarian came to me and said that there was a Mexican photographer who was searching for Indonesian faces to be the photo object for a European Community project.

Then I wrote my name and my mobile phone number, and he gave me that name. Unkay.
I was in huge curiousity, on how a female professional photographer should look like, and on how it feels to be photographed by her in beautiful Paris. Then I opened her homepage. There was nothing much I could find...















Days went so slow when I was waiting for confirmation on the photo project, and, one day my Indonesian classmate, Lisa, told me that another Indonesian girl in Alliance Français, Rika asked us to be together in a photo session with Unkay.

I was a bit disappointed when Unkay couldn't come on a Monday afternoon that she was promised before. But the next day, I was stunned. I was amazed to see her. I kept on saying my admiration. "The photographer is much more beautiful than the models...."

Yes, she's just GEORGEOUS. With her long dark hair, dark eyes and tanned skin, she looked so perfect and warm with her big smile. I felt warm to be around her. That first afternoon we signed a letter that certify our agreement to have our picture being used for the publication related to the project for four years.

I enjoyed being Unkay's model. She didn't speak much English, so she directed us in french, and voila, see the beautiful works of Unkay for us... the Indonesian students in Paris.

Merci beaucoup, Cher Unkay!

Ouhhh...Passé Composé....

Maafkan daku, para guru bahasa Perancisku... passé composé terasa terlalu sulit buatku.

Dua hari yang lalu kelasku mulai belajar tentang Le Passé Composé, atau struktur lampau dalam bahasa Perancis. Pelajaran ini benar-benar sulit bagiku. Lah gimana nggak sulit, untuk menyatakan sesuatu yang telah lampau subjek harus ditambah dengan l'auxiliaire "etre" atau "avoir", lalu ditambah lagi dengan participe passé atau kata kerja bentuk lampau.

Dalam bahasa Inggris kan kita tinggal mengingat is, am atau are, yang berubah jadi was atau were, atau does atau do yang akan berubah jadi did... sementara untuk bahasa Perancis, etre akan berubah jadi suis untuk je (aku), es untuk tu (kamu), est untuk il/elle/on (orang ketiga tunggal atau orang pertama jamak), sommes untuk nous (orang pertama jamak), etes untuk vous (orang kedua tunggal dalam bentuk sopan atau orang kedua jamak) dan sont untuk ils/elles (orang ketiga jamak). Belum lagi avoir...

Nah, setelah semua kegawatan mengingat perubahan bentuk auxiliaire dasar itu, kita harus siap menerima kenyataan kedua, bahwa dalam bahasa Perancis sayangnya ada lebih banyak kata kerja tak beraturan atau verbes irreguliaires dari pada yang beraturan. Euh, tidak cuma itu, ada lagi yang disebut verbes pronominaux, atau kurang lebih kata kerja yang akan menyesuaikan diri dengan suatu perbuatan itu dilakukan untuk siapa...

Lebih gawat lagi, ketika bertemu dengan etre, participe akan bersetuju dengan subjeknya. Jadi...berubah lagi deeeeehhhh....

Misalnya nih, untuk menyatakan "dia datang" (beberapa waktu yang lalu), kalimatnya akan menjadi seperti ini:
Il est arrivé (bila yang datang orang ketiga laki-laki tunggal)
dan
Elle est arrivée (bila yang datang orang ketiga perempuan tunggal)
dan bila yang datang orang ketiga laki-laki jamak, maka kalimatnya akan menjadi
Ils sont arrivés
dan bila yang datang orang ketiga perempuan jamak maka kalimat akan menjadi
Elles sont arrivées.

Hiks-hiks... lebih stress lagi karena bahasa Perancis selalu punya banyak perkecualian. Misalnya, sebetulnya yang bertemu dengan "etre" hanya adal 15 kata kerja, plus verbes pronominaux, tapi adakalanya verbes yang masuk dalam maison d'etre akan bertemu dengan avoir...

Hiks, betul-betul minggu yang melelahkan. Aku merasa bodoh sekali....

Tapi bagaimanapun kita harus menguasai Passé Composé, karena saat kita bercerita tentang kegiatan kita, dan terutama saat menulis CV dalam bahasa Perancis, kita sering memakai struktur ini. Doakan aku ya! ;-)

Need Magic?

Saat aku masih bocah, aku selalu ingin menemukan keajaiban: sayap yang besar yang akan membawaku terbang melintasi langit dan singgah di bintang-bintang, atau singgah di negara manapun yang kumau, istana dengan ruang yang luas yang dipenuhi mainan dan hiasan yang cantik, menara yang tinggiiiii... untukku memandang langit atau bicara pada burung-burung, berteman dengan binatang-binatang lucu di hutan yang hijau dan ramah, taman bunga warna-warni yang harum, harta karun di bawah tanah, rumah pohon yang besar...

Sampai saat aku dewasa pun, mimpi indah tentang keajaiban itu kadang masih singgah dan membuatku terus tersenyum saat aku terjaga dari tidur.

me, a travel guide and the "need magic?" shirt from Disney


Tak heran, Disneyland selalu memakai kata "magic" sebagai jargon iklannya. Iklan di TV yang sedang ditayangkan pun bercerita tentang keajaiban mimpi anak-anak, mulai dari mimpi seorang gadis kecil untuk menjadi seorang putri, dan mimpi seorang bocah lelaki kecil untuk terbang seperti Peter Pan.

Meski umurku sudah lebih dari seperempat abad (euh...), aku masih ingat sensasi "magic" yang kurasakan saat pertama kali mengunjungi Disneyland di Tokyo sepuluh tahun yang lalu. Aku ingat senangnya melihat bunga-bunga yang mekar dan kastil yang megah, tak lupa juga sensasi melaju di wahana "Space Mountain" yang membawaku melintasi bintang-bintang.

Tahun ini, aku kembali Disneyland, tapi kali ini aku datang ke Disneyland Paris. Di sini aku tak perlu membaca peta. Aku punya pemandu istimewa: Jeff. Lima tahun bekerja di Disneyland membuatnya hafal semua sudut dan atraksi yang ada. Yang lebih asyik lagi, aku tak perlu membayar 45 euro untuk masuk ke area Disneyland seperti para pengunjung lainnya. Ada fasilitas khusus untuk karyawan Disneyland Resort Paris; tiket masuk untuk 45 orang per tahun, dan Jeff menggunakannya untuk membahagiakan orang-orang yang disayanginya.



Jeff, my "ultimate guide" for Disneyland Paris

Ada kurang lebih 40 atraksi atau wahana di Disneyland Paris. Yang mengherankan buatku adalah banyaknya pengunjung yang datang meski bukan di hari libur. Kata beberapa orang tua yang kutemui, pada awalnya banyak yang meragukan keberadaan Disney di negara se-klasik Perancis. Saat mulai dibangun pada tahun 1989, banyak yang mengira kalau Disney bakal menuai kegagalan karena berjalan di arus yang berbeda dengan bisnis pariwisata yang telah berjalan di Perancis pada umumnya. Tapi ternyata prakiraan tersebut salah. Saat dibuka untuk umum pada tahun 1992, Disneyland mampu menyedot banyak pengunjung dengan "keajaiban" yang ditawarkannya. Saat ini tercatat setidaknya ada 12 juta pengunjung yang datang ke Disneyland Paris setiap tahunnya!

di depan pintu masuk utama. Mickey di belakangku....

Bisnis ini menyedot ribuan tenaga kerja. Paling tidak ada 200 macam posisi yang berbeda, yang dijalankan oleh para karyawan di Disneyland, mulai dari para manajer, teknisi sampai para penanam bunga. Disneylang Paris menjadi "melting pot" yang mempertemukan begitu banyak orang dari berbagai negara untuk bekerja dan bersahabat di dalamnya. Banyak pula yang kemudian jatuh cinta dan menikah dan membangun keluarga multinasional, dengan pasangan suami istri yang memiliki kewarganegaraan berbeda, namun dipertemukan oleh "keajaiban" Disney....

Banyak sumber pemasukan yang bisa diciptakan dari bisnis ini. Selain tiket masuk, Disneyland juga mendapatkan pemasukan dari berbagai pos lain, mulai dari hotel, toko cinderamata sampai pop corn dan es krim! Jangan salah ya, meski kelihatannya sepele, para penjual pop corn di dalam arena Disneyland Paris adalah karyawan resmi Disney. Mereka mendapatkan pelatihan khusus tentang "sentuhan Disney" yang sama dengan pelatihan dasar yang diberikan untuk para manager! Banyak mahasiswa pariwisata yang mulai belajar kerasnya dunia pariwisata dan memahami arti pelayanan publik di sini...

Selain pop corn, beberapa tahun lalu barang kecil lain yang dijual adalah ubin bertuliskan nama pesanan yang dipasang di sepanjang jalur masuk utama. Aku menemukan ubin bertuliskan berbagai nama dari berbagai negara, mulai dari Estonia sampai Jepang... Ubin kecil ini berharga sekitar 85 euro per buahnya. Yang unik adalah, aku juga menemukan nama anggota tim sepak bola nasional Perancis: Fabien Barthez! Hum, dia bayar nggak ya? :?/ hehehe...

Oom Barthez suka tampil juga rupanya....

Untuk tetap menarik perhatian pengunjung, Disneyland harus selalu inovatif. Tak akan ada yang tertarik untuk datang kalau atraksi yang ada itu-itu saja kan?

Untuk itu, selain mengadakan event tentative seperti display piala dunia dan jumpa fans dengan para pemain bola di tim nasional Perancis, tiap tahun ada saja atraksi baru yang diluncurkan. Tahun lalu Space Mountain II diluncurkan. Aku sudah mencobanya sebulan yang lalu. Hum, seru banget! Nah, untuk tahun ini adalah wahana Buzz Lightyear laser blast, yang dibuka untuk umum mulai 8 April 2006. Ini dia wahananya!


aku mirip Buzz ngga sih? =)


Meski demikian, diantara cerita tentang super hero modern macam Buzz, petualangan macam Indiana Jones atau lucunya Mickey yang dipajang di Disney, cerita Disney klasik tetap membuat orang bermimpi untuk menjadi putri yang tinggal di istana yang megah, di antara bunga-bunga yang indah dan kristal yang berkilauan, seperti di sini...



Disneyland Castle


Sakura mekar di Disneyland Paris


glass crafts souvenir shop

Di penghujung hari Mickey akan melambaikan tangannya kepada semua pengunjung dan mengucapkan terimakasih atas kedatangan kita. Karakter Disney yang lain pun tak kalah sibuknya, berjalan-jalan, menandatangani buku para pengunjung dan berfoto bersama. Kita mengenal mereka dari ranah hiper realitas, namun mereka dijelmakan menjadi nyata.

Sungguh, kadang hal ini membuatku berpikir, betapa indahnya mempunyai mimpi dan membangun tempat yang memiliki gambaran terdekat dengan mimpi yang kita miliki. Betapa keajaiban yang kita miliki sebenarnya begitu dekat: dia ada di alam pikir, setiap saat bisa terciptakan.

So, if you need magic, just fantasize and think of how you'll make it come true... =)

ini Tic (Kiki) atau Tac (Koko)?

Les Lunettes

Mission:
observing the tendances of sunglasses trend for spring/summer 2006 in Paris
Duty stations:
Commercial Centers in Paris-France
Facts found:
so many big sunglasses are displayed!
see...see...





Hypothesa:
Global warming, more infra red attacks beyond the hole in the ozone layer makes you need BIGGER protection for the eyes.
It will be a really dry and dusty spring and summer. Protect your eyes and the spaces around...

Conclusion:
It's your choice! =)


Shop but Not 'til You Drop

Apa kegiatan utama minggu lalu?
SHOPPING!
Kedengarannya ngga gue banget ya?
Tapi tunggu dulu... ini bukan sembarang shopping. Ini tentang belanja yang bijak di Paris dan sekitarnya.

Seperti di tempat lain di seluruh dunia, ada tempat belanja yang murah, ada juga yang mahal. Kali ini kita bicara tempat belanja yang murah-murah aja ya?
Setelah sepanjang hari Rabu aku dan Jeff berburu sepatu di kawasan St. Michel Paris, dilanjutkan dengan Kamis belanja di fashion outlet yang up to date tapi murah, La Halle, dan di hari Sabtu mama Jeff membelikan 2 gaun cantik buatku di bursa amal, kemarin aku diajak ke Gournay, salah satu daerah suburban Paris, dimana ada "pasar tiban" di jalan.

Hanya penduduk kota itu yang diberi izin untuk berjualan. Setidaknya ada 3 ruas jalan yang ditutup bagi kendaraan, khusus untuk menjadi pasar tempat orang-orang berjualan semua barang bekas yang masih bagus kualitasnya dengan harga yang benar-benar murah.

Meski pasar itu dibuka dari jam 7 pagi sampai jam 6 sore, suasananya mirip pasar malam, lengkap dengan musik dan jajanan macam arum manis, yang di Perancis bernama "Barbe à Papa" atau "janggutnya papa", "pomme d'amour", alias apel yang dicelup di karamel, crépes dan wafel hangat. Udara hangat musim semi dan bunga-bunga tulip yang mulai mekar di sepanjang jalan juga bikin suasana belanja makin menyenangkan.

Buat pecinta musik dan kolektor piringan hitam, hati-hati. Kalian bisa betah banget di sini. Di pasar ini kita bisa menemukan piringan hitam original dari era 50-an sampai jamannya Rolling Stones dengan harga tidak lebih dari 5 euro. Banyak juga buku bekas yang masih bagus, yang dijual dengan harga murah: 1 euro untuk 4 buku! Aku beli buku tentang Hutan Borneo, Le Guide du Routard Indonésie dan buku yang ditulis papa-mamanya temanku, Mr.&Mme. des Pallières, "Quatre Enfants at Un Reve", plus satu buku detektif yang dipilih mamanya Jeff. Semuanya masih bagus. Hm, kalau saja aku sudah bisa mengerti lebih banyak bahasa perancis, aku pasti sudah beli lebih banyak buku.

Aku dan Mag, adik Jeff juga bekerja sama buat memilih anting cantik yang dibandrol di harga 5 euro untuk 3 pasang. Ada juga pedagang yang berjualan barang antik peninggalan kakek-neneknya. Khusus buat barang antik, di pagi hari para pemilik galeri juga ikut berburu di sini.

Saat barang-barang itu baru dikeluarkan dari mobil, para ahli barang antik itu mulai bergerilya memeriksa kualitasnya dengan scanner khusus yang bisa mendeteksi umur suatu barang. Barang antik itu pun berpindah tangan dengan cepat, dengan harga yang cukup tinggi.

Menjelang jam 6 sore para pedagang dadakan itu mulai mengemas barang-barangnya. Ada yang mengemasnya kembali ke dalam mobil untuk kemudian membawa barang yang ngga laku kembali ke rumah, tapi ada juga yang malas dan memilih meninggalkan barang-barang itu di jalan. Seorang pedagang malah memberikan toaster bekas yang masih bagus begitu saja saat kami lewat...

Selain bursa barang bekas seperti ini ada juga pasar murah a la Simpanglima Semarang yang digelar di beberapa ruas jalan di Paris dan sekitarnya. Produk yang dijual bermacam-macam, mulai dari sayur dan buah sampai baju dan sepatu. Di dekat tempat tinggalku sekarang, pasar ini buka tiap Rabu dan Jumat di Rue du Luzard, sedangkan di dekat apartemen tempat tinggalku dulu (di tahun 2004), pasar itu buka tiap Senin dan Kamis di dekat Porte Clignacourt.
Tapi, kalau belanja murah meriah bukan bagian dari gaya kalian, silakan saja berjalan di sepanjang St. Germain des Prés, Champs Elysées Paris atau sekitar Hotel de Ville untuk memilih barang-barang berkualitas tinggi seharga ratusan sampai ribuan euro dari butik-butik kelas dunia...

Setidaknya, window shopping di kawasan ini saja sudah cukup memuaskan mata dan perasaan. Really stylish. Dijamin puas deh... ;-)

Aku Naik Kelas














Bikin PR bareng mamanya Jeff

Senang rasanya sekolah lagi. Aku jadi ingat saat-saat masih SD sampai SMA dulu, saat kita perlu belajar dan bikin PR tiap hari. Lebih seru lagi kalau kita harus melewati masa-masa ujian, dan ini tantangan yang aku suka.

Di Alliance Français Paris aku masih anak bawang. Aku mulai sekolah di sini sejak pertengahan Februari, di kelas Niveau Debutant, alias Kelas Pemula. Di bulan pertama aku memilih program ekstensif, yang cuma terdiri dari 2 jam kursus. Selain sebagai pemanasan dan untuk tahu enak nggak-nya sekolah di AF, aku ambil kelas ini juga karena pertimbangan material. Untuk kelas ekstensif biaya kursusnya 320 euro per bulan, biaya pendaftaran 55 euro dan biaya transport bulananku 124 euro. Belum lagi uang sakuku, karena aku melewatkan makan siang di luar rumah. Kebayang kan, berapa rupiah yang harus dikeluarkan?

Untungnya, atau sayangnya, nilai-nilai ujian mingguanku selalu bagus. Nilai terendah yang kudapat adalah 18 dari 20 total skor, dan sisanya 19/20 atau bahkan 20/20 alias sempurna. selain itu, seperti kebiasaanku saat sekolah dulu, aku juga aktif di kelas, rajin bikin PR dan ngga pernah bikin masalah di kelas. Anak baik dah, pokoknya... =)

Nah, gara-gara nilai yang bagus inilah ibu guruku yang baik hati, Mme. Béatrice Tauzin, menyarankan agar aku pindah ke kelas INTENSIF. Kata beliau, belajar di kelas ekstensif terlalu lambat buatku. "Je suis votre professeur, je vous connais bien... vous progressez trés vite.." Bahkan kepada Jeff beliau bilang, "Elle est la meillieur de la classe"... atau, "dia yang terbaik di kelas". O-oh. :"> Aku seneng banget, meski juga masih setengah nggak percaya dengan penilaian ini.

Sebetulnya aku mau aja pindah ke kelas intensif, dimana aku nantinya bisa menyelesaikan 2 level pelajaran hanya dalam waktu 1 bulan. Tapiiiii... muahalnya itu loh... seminggunya 160 euro, alias 640 euro per bulan!
Jeff adalah sponsor tunggalku. Sekarang bayangkan berapa banyak yang harus dikeluarkan untuk biaya sekolah satu bulan doang, 640 plus biaya transport dan uang saku...dikalikan Rp. 11.500,-...aih... kalau begini aku jadi kangen murahnya sekolah di Indonesia...

But, he's really a good guy. Dia rela berkorban apapun asal aku bahagia. Komentarnya tentang ini adalah, "aku bangga padamu, dan aku senang kalau kamu bisa mendapat apa yang selayaknya kamu dapatkan...", dan, "kalau kamu sudah masuk kelas intensif, kamu ngga boleh lagi melewatkan makan siang. Kalau perlu, kamu harus makan lebih banyak. Kamu harus punya banyak energi biar cepat pintar... jadi, aku tambah ya, uang sakumu?"

Euh, berapa banyak ya, laki-laki di bumi ini yang bisa mencintai perempuan yang ingin maju dan berkorban banyak untuk mendorong perempuan itu agar lebih pintar? Aku bersyukur, aku bersama pria yang menghargai hal itu.

Gara-gara aku naik kelas, sudah lebih dari sebulan ini Peugeot 106 Jeff tinggal di halaman rumah. Demi biaya sekolahku, dia memutuskan untuk menghemat pengeluarannya dengan cara naik kereta untuk berangkat dan pulang kerja. 15 menit yang dulunya biasa ditempuh dengan mobil dari rumah ke Disneyland telah berganti dengan 10 menit berjalan dari rumah ke stasiun Noisiel, 10 menit dalam kereta plus 10 menit dalam navette (bis antar jemput) dari stasiun Marne La Vallée Chessy/Parc Disneyland ke Central Reservation Office tempatnya bekerja... Sungguh, aku tahu betul kalau naik kereta ngga seenak naik mobil pribadi. Selain kadang kereta datang telat, di awal musim semi ini cuaca masih sering berganti-ganti dari cerah ke hujan, dari 15° ngedrop ke 5°C, dari udara yang hangat sampai berangin kencang... tapi dia selalu berangkat dengan senyum dan pulang dengan senyum yang sama. Dia tidak pernah mengeluhkan capeknya naik kereta, meski sudah 2 kali navette datang terlambat dan dia jadi terlambat juga masuk kerja....

Peugeot 106 itu sekarang cuma terpakai kalau Jeff bangun kesiangan, buat mengantar aku ke dokter, buat mengantarku berbelanja, jalan-jalan, atau menjemputku saat aku pulang kemalaman dari Paris. Semuanya, semua yang terbaik dan ternyaman diberikan buatku.

Sekolah tempatku belajar ini juga benar-benar layak disebut sebagai salah satu sekolah bahasa Perancis terbaik di dunia. Metodologi pengajarannya terasa tepat buat orang dewasa yang berasal dari berbagai negara. Materi pelajarannya juga bagus, lebih dekat pada kehidupan sehari-hari dan budaya di sini, sehingga semuanya bisa langsung dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Belum lagi kualitas para pengajarnya yang juga bagus, fasilitas pendukung seperti pusat multi media, perpustakaan, espace cinema, theater tempat kita bisa nonton film bareng-bareng, free wi-fi access di cafétaria, sampai semua staff-nya, mulai dari staff informasi, kasir, petugas di café, librarian, petugas keamanan sampai janitor yang ramah dan mampu berkomunikasi dengan para siswa, sekaligus mendorong kami untuk tidak malu berbicara dalam bahasa perancis yang masih amburadul.

Minggu lalu, atas rekomendasi guruku, redaksi Journal d'Alliance Française Paris memilih aku sebagai profil pelajar untuk edisi bulan April. Aku terpilih setelah guruku jatuh cinta pada semua hasil tugas menulis yang kukerjakan. Salah satunya adalah tulisanku tentang kegiatan sehari-hariku di Indonesia. Aku menulis bahwa di Indonesia hari-hariku selalu sibuk, aku sempat bekerja di radio dan TV tapi juga sekaligus belajar ilmu linguistik di saat yang sama.

Aku bahagia banget dapat kesempatan dimuat jurnal yang diterbitkan di kantor pusat Alliance Française dunia! Kata guruku, aku adalah siswa Indonesia pertama yang dimuat di jurnal ini.
Bagiku ini kado yang bisa kuberi buat Jeff, yang sudah memberiku kesempatan buat belajar, dengan segala keikhlasannya.

Aku bahagia melihat senyumnya yang lebar saat dia menemaniku di sesi foto di kantor direktur AF dunia, lantai 6 boulevard Raspail 101 Paris. Merci bien Jeff, pour le bonne chance que tu me donne!

Perpustakaan yang Tidak Sepi

Pabrik Coklat Menier
Jam 4 sore, hari Sabtu.
Apa yang biasanya kulakukan setelah belanja?
Pulang. Membuka tas belanjaan dan menatanya di kulkas.
Tapi tidak hari ini.

Di sebelah Super U, sebuah supermarket di Noisiel, ada bangunan berdinding bata merah yang dibangun sekitar tahun 1800-an. Namanya "Ferme du Buisson". Dulunya ini adalah sebuah "ferme", alias "farm", alias "tanah pertanian" yang dibangun oleh Menier, pemilik pabrik coklat pertama di dunia.

Saat aku melangkah masuk ke kompleks Ferme du Buisson, aku masih melihat struktur bangunan asli yang berdinding tinggi dan disekat-sekat seperti layaknya sebuah tanah pertanian. Ada bekas kandang kuda, tempat penyimpanan gandum, sampai bekas pemerahan susu sapi. Yang berbeda adalah, di dalam bangunan itu tidak ada lagi aktifitas pertanian. Yang ada adalah aktifitas kebudayaan.

Gudang penyimpanan gandum telah berubah jadi sebuah "Mediatheque", dan di belakang, di dekat bekas kandang kuda ada gedung teater yang memutar film-film kebudayaan sekaligus menyediakan panggung buat aktifitas kebudayaan masyarakat di sekitarnya.

Bicara soal "Mediatheque", sebenarnya ini adalah transformasi dari "Bibliotheque". Mungkin dalam bahasa Indonesia kita akan sama-sama menyebutnya "perpustakaan". Dalam bahasa Perancis "bibliotheque" mengacu pada perpustakaan yang berisi buku, sedangkan "mediatheque" mengacu pada perpustakaan multimedia. Lantai satu bangunan ini berisi buku-buku dan CD yang bisa dipinjam dan dibawa pulang, sedangkan lantai dua berisi buku-buku referensi. Semua terbuka lebar, tanpa sekat, dan keterangan nama pengarang di rak-rak buku tertera jelas, memudahkan kita mencari buku yang kita inginkan.

Saat aku masuk ke dalamnya, aku cukup kaget melihat banyaknya orang yang melewatkan akhir pekan di perpustakaan. Ini adalah perpustakaan yang tidak sepi. Di salah satu sudut ada seminar tentang asal muasal cokelat, lengkap dengan alat peraga pembuatan minuman coklat dari suku Maya. Di sudut yang lain ada beberapa meja bundar dengan design minimalis, dengan orang-orang yang menikmati bacaannya dan sesekali bicara dengan teman-teman di sekitarnya.

Aku menyusuri rak-rak buku. Mulai dari majalah design, buku sastra sampai sains ada di situ. JK Rowling bersanding dengan Salman Rushdie di rak untuk kategori "R". Buku-buku berbahasa Inggris, Jerman, bahkan Rusia juga ada. Pluralistik sekali...

Samar terdengar suara anak-anak. Ternyata semakin kita masuk ke dalam, ada sudut khusus untuk anak-anak, dimana buku-buku ditata di rak-rak kecil atau di kotak kayu warna-warni, di atas karpet merah. Ada meja kursi kecil seperti di ruang kelas, dan beberapa orang tua terlihat sibuk membacakan cerita dan menujukkan gambar-gambar untuk anaknya. Ada juga panggung kecil tempat sesekali diadakannya acara pembacaan cerita dan dongeng buat anak-anak. Mereka kelihatan gembira, berlarian dari satu kotak ke kotak lain, memilih buku-bukunya dan menarik-narik tangan orangtuanya. Aku tak melihat wajah sedih di sana.

Semua kelihatan menikmati sore itu. Aku juga. Ini bukan perpustakaan yang memasang larangan bicara. Ini tempat kita menikmati buku-buku dan menjelajah alam pikiran kita. Ini tempat dimana kita bisa menemukan apa yang kita inginkan, menikmati bacaaan, dan mengajari anak-anak untuk mencintai perpustakaan. Tak adatanda larangan mencorat-coret buku, tak ada larangan memakai jaket atau membawa tas ke dalam perpustakaan.

Setiap anggota bisa meminjam 6 buku dan majalah sekaligus untuk dibawa pulang. Banyak kan? Semua cepat dan efisien, dengan bantuan scanner dan komputer, para librarian bisa tersenyum dan bicara pada para peminjam buku.

Bahkan kemarin ada tawaran khusus dari asosiasi perpustakaan perancis. Berdasarkan survey di semua perpustakaan, ditemukan bahwa buku-buku puisi tidak banyak diminati. Untuk itu, setumpuk buku puisi diletakkan di meja registrasi. Semua peminjam ditawari 2 ekstra buku puisi untuk dibawa pulang...
Tak hanya orang dewasa, tapi juga anak-anak.

Aku selalu ingin membangun perpustakaan yang tak pernah sepi. Setidaknya, di sini aku menemukan gambaran tempat impianku. Semoga suatu hari nanti aku bisa juga menciptakannya di bumi kelahiranku...