Bersama sahabat-sahabatku, aku sering berusaha mengurai hukum sebab-akibat lalu mencari solusi. Dengan kebiasaan itu, sekarang di daysofagirl aku bisa berbagi cerita tentang pre-departure syndromme, yang mungkin juga dialami oleh teman-teman saat harus pindah ke tempat baru. Meski ngga semua pre-departure syndromme termanifestasikan dalam kejadian yang sama, aku pengen berbagi cerita, yang semoga bisa bermanfaat buat teman-teman.
Pertama, aku tahu bahwa keparahan sindrom pra-keberangkatanku disebabkan oleh beberapa faktor;
Aku ngga hanya pindah ke SATU tempat. Yang kualami adalah DUA kepindahan drastis dalam waktu yang ngga lama. Yang pertama, dari Aceh yang sibuk ke Semarang, dan dari Semarang ke Albany, NY.
Pindahan pertama (Aceh-Semarang) membuatku harus beradaptasi dari hari-hari super sibuk ke hari-hari super santai. "Lho, yo enak, to?" mungkin ada yang berpikir begitu... tapi suerrr... buatku itu terasa sangat sulit. Badanku pegel-pegel kalo aku hidup nyantei... Lah gimana ya, dalam 10 terakhir ini hidupku padat karya je... Adaaaa aja yang bisa dikerjain. Meski semula berawal dari kebutuhan untuk bertahan hidup, tapi lama-lama ritme ini bikin aku addicted. Otakku ini harus diajak kerja... mulutku ini harus diajak diskusi...
Pindahan kedua membuatku harus menyiapkan diri menjalani hidup yang bener-bener baru. Negara baru, sistem pendidikan baru, status baru... plus semua persiapan administratif yang dibutuhkan, sulit rasanya untuk ngga kepikiran.
Pindahan ke sini lho...
Kedua pindahan ini membuatku "tercabut" dari zona nyaman. Habitatku berubah, mungkin seperti ikan bandeng yang dipaksa berenang di air tawar; megap-megap, jadinya sulit bernafas...
Di Aceh aku punya teman-teman baik, orang-orang yang satu "bahasa", demen diskusi, cepet mikir dan berpendapat, seru, asik, fun, lucu... Terus terang, ini lingkungan paling "klik" yang pernah kupunya di usia dewasaku. Kembali ke rumah berarti memindahkan batin dan pikirku ke kerangka obrolan dan pergaulan yang jauh berbeda. Ditambah lagi keadaan di Semarang, di mana teman-teman terdekatku semua sudah hijrah ke luar kota, aku merasa seperti ikan layang-layang yang dipaksa berenang sendirian... Sepi... ngga seru... ;(
Di Semarang, saat batinku dekat dengan Bintang, ponakanku yang lucu, ngga lama kemudian aku harus berpindah ke tempat baru. Rasanya seperti patah hati.
Aku tetap yakin bahwa aku akan bisa beradaptasi dengan cepat. Masalahnya, Aceh bukan hanya tempat kerja, tapi juga tempat hidupku. Ada rasa sayang, attachment, kebahagiaan yang terbangun dengan orang-orang di sekitarku. Demikian pula Semarang, di sini ada keluargaku. Meski nantinya hari-hari akan terlewati, tapi ada bagian-bagian yang tercabik dari hati yang rasanya sedikit membuat sedih dan kehilangan. Berikut sederet gejala severe pre departure syndromme yang kurasakan:
- Sleeping disorder, alias gangguan tidur.
- Blank. Gampang lupa, kehilangan memori, susah konsentrasi. Dampaknya? susah banget nyelesein kerjaan di kantor, lemot banget saat packing, padahal deadline handover kerjaan semakin mepet...
- Feeling up and down. Jadi murung, tapi juga excited ngebayangin mau sekolah lagi.
Nah trus, gimana dong? Jawabannya, susahhhhh... banget men-switch kondisi itu. Yang bisa kulakukan adalah;
- Berusaha tidur (meski ujung-ujungnya terbangun juga malam-malam)
- Tulis semua perasaan, pikiran atau kekhawatiran yang dirasakan dalam bentuk positif. Misalnya, saat aku khawatir ngga dapat apartemen yang layak, aku akan menulis, "I will live in a very nice place." (inspired by The Secret-nya Rhonda Bryne :p)
- Membayangkan kegiatan-kegiatan menyenangkan yang bisa dilakukan dimanapun aku berada. Aku bikin wishlist: les gitar, les vokal, gamelan, tari, spa 2x sebulan, ke gym, main bersama bintang, makeover kamar tidur, dll. Mulai minggu ini aku sudah mulai les gitar dan vokal, dan minggu lalu aku sudah makeover kamar. Hm, menyenangkan juga...
- Diskusi dengan tim kerja, sampaikan hambatan emosional yang sedang kuhadapi dan meminta pengertian plus dukungan mereka.
- Tetap berusaha konsentrasi saat kerja, memotivasi diri, meski merasa kalo tingkat kecerdasanku turun ke level 20% doang...
- Bikin check list, apa saja yang belum dan perlu dikerjakan. Saat-saat blank biasanya memori otak terbatas. Check list membantu aku tetap perform dengan baik.
- Sharing dengan teman-teman dekat, have fun dengan mereka, atau sekedar ngobrol lamaaa... liburan bareng (seperti aku dan Lany :D), atau at least having someone to hug. :">
- Merasa tetap dicintai dan menyayangi orang-orang di sekitar kita sangat membantu dalam masa-masa bluey. Thanks to my housemates, "the double Lany!" :)
Sekarang aku di Semarang. Masih rada-rada blank juga kadang-kadang, untung ada teman-teman... yang meski jauh, tapi tetap supportive dan sayang!