Sakit di Negeri Orang

Euh...
8 hari yang lalu aku bangun dengan tenggorokan super sakit, tulang super ngilu, dan kepala super pusing. Tralala... bantuan pun datang. Makan siang disiapin mamanya Jeff dan dikirim langsung ke tempat tidurku. Ngga perlu kuceritakan detail menunya, yang jelas, meski lagi sakit aku bisa ngehabisin semuanya! nyammm....

Jam 4 sore, Jeff yang lagi libur nganterin aku ke dokter langganannya, pak dokter Jean-Luc Caron di Allée Paul Langevin nomer dua, Zac Ru du Nesles Champs sur Marne. Jeff udah kenal pak dokter ganteng berwajah ramah ini sejak dia lahir.

Jangan bayangin kita bakal ketemu sama mbak perawat yang sibuk ngedaftarin nama pasien menggilin kita satu-satu di ruang praktek dokter di sini. Yang ada, kita masuk ke sebuah gedung apartemen, pencet tombol di atas tulisan "cabinet medical" di pintu masuk dan kunci pintu terbuka. Next step, pencet tombol di depan lift dengan keterangan yang sama, dan naik ke lantai satu. Ngga ada cerita penunggu pasien yang duduk atau berdiri di koridor sambil ngobrol, apalagi ngerokok... yang ada, sebuah ruang tunggu ukuran 6x6 dengan dua warna kursi, merah dan putih...

Euh, tentu aku nggak bisa cerita apa spirit dari dua warna ini seperti aku bercerita tentang warna bendera kita... Yang jelas sih, kursi warna putih adalah tempat duduk pasien dr. Caron, dan warna merah adalah tempat duduk pasien dr. Alain Finet. Mereka memang berbagi tempat praktek.

Semua duduk dengan tertib. Nggak ada poster sponsor perusahaan farmasi di ruang ini. Yang ada poster tentang anatomi tubuh manusia, dan... setumpuk majalah yang enak dibaca, mulai dari le Figaro, Elle, Madmoiselle, sampai journal du Mickey! Kalo kita punya majalah bekas yang masih bagus, daripada dikiloin, lebih baik dikirim ke pak dokter, dan beliau akan menaruhnya di ruang tunggu.

Nggak ada acara kita ngedaftar dan dapet nomor dulu. Semua pasien nyadar giliran mereka. Jadi begitu datang kita harus perhatikan wajah pasien lain satu-satu, biar kita ngga nyerobot giliran orang, dan pak dokter sendiri yang akan membuka pintu ruang tunggu setelah rampung dengan pasien sebelumnya. Beliau biasanya bilang, "en suite, s'il vous plait" alias, "(pasien) selanjutnya, silakan...". Bener-bener efisien dan bersahabat.

Ruang praktek dokter Caron ngga kaya kebanyakan ruang praktek yang pernah kumasuki. Di dindingnya terpajang sketsa wajah Mozart, Bach, Beethoven, sebuah foto mahasiswa seangkatan beliau saat sekolah di Faculté de Médecine Paris, dan beberapa catatan partitur musik klasik.
Pak dokter ini menulis beberapa buku. Bukan buku tentang kesehatan, tapi buku tentang para musisi klasik dan karyanya. Hebat ya?

Ngga ada cerita tentang perawat yang sibuk ngedaftarin pasien, nyiapin dan ngerapiin file buat pak dokter. Di sini, pak dokter melakukan semua pekerjaan itu sendiri, dengan bantuan komputer tentunya. Jadi saat kita masuk ke ruang praktek, dia akan menulis sendiri data kita di komputer yang juga berjejaring dengan pusat layanan social security. Beliau bener-bener memanusiakan pasien. Dia ngga cuma tanya tentang apa yang kita rasakan, tapi dia tanya tentang diet kita, obat yang kita pakai selama ini, sampai semuanya jelas, dan... ini yang jarang kita dapati di Indonesia; kesempatan buat bertanya balik ke pak dokter!
Setidaknya, aku melewatkan 15 menit di ruang itu, dengan bahasa perancis yang pas-pasan, bantuan sebuah kamus dan terjemahan dari Jeff.

Sejak 2 tahun terakhir di Perancis digalakkan kampanye untuk lebih berhati-hati dalam penggunaan antibiotik. Dan, meski dokter bilang aku sakit tenggorokan gara-gara virus nakal, itulah formula resep yang kudapat hari itu. "Sans Antibiotique". Tanpa antibiotik.

Mau tau, berapa banyak biaya yang harus kita keluarkan untuk periksa saja?
29 euro. Untuk tahu jumlahnya dalam rupiah, kalikan dengan Rp. 11.500,-.
Obatku hari itu total berharga 15,71 euro. Silakan kalikan juga dengan Rp. 11.500,-. Itu biaya untuk berobat sakit tenggorokan... hiks. Kebayang dong, kalo kita sakit jantung??

Pak dokter tanya apakah aku punya social security number di Indonesia, sehingga pemerintah akan membantu sebagian biaya pengobatan. "Malhereussement, docteur, nous avons pas...", jawabku. Dan dia bilang ke Jeff, betapa beruntungnya mereka jadi warga negara Perancis dalam hal ini... pemerintah menjamin kesejahteraan sosial warganegaranya. Bukan cuma dalam slogan atau iklan layanan masyarakat, tapi dengan praktek dan SISTEM yang jujur dan benar.

Kembali soal resep tanpa antibiotik.
Sejujurnya aku sempat meragukan resep itu, apalagi setelah memasuki hari ketiga batukku semakin parah. Jeff menelfon pak dokter lagi, dan lewat telfon pak dokter menganalisa jenis batukku, lalu menyiapkan resep baru. Kita ngga perlu bayar lagi untuk periksa, tapi kita bisa dapat resep baru. Asyik ya?

Untuk resep kedua ini kita cuma kehilangan 3,55 euro untuk dua botol obat batuk @150 ml. Not bad...

Tapiiiiiii... batukku nggak kunjung sembuh, malah makin parah.
Pagi kedua setelah dari dokter, aku mimisan cukup parah. Ini mimisan yang pertama seumur hidupku. (buat yang takut darah, langsung loncat aja ke alinea selanjutnya...) Tissue aroma vanilla warna kuning yang kupakai jadi penuh bercak merah. Ngga cuma itu, darah juga keluar dari tenggorokanku. Sakiiiitttt banget, sesakit-sakitnya sakit tenggorokan yang pernah kualami.

Tapi anehnya, di rumah ngga ada yang keliatan panik mendengar hal itu. Ternyata, saat pergantian musim, mimisan adalah hal yang sangat biasa terjadi di sini... Haaauuuuuuuuuwwwww....

Gara-gara batukku, Mag, adik Jeff yang cantik yang bobo di dekatku jadi selalu terbangun tiap malam. Di kelas teman-teman memprotes kedatanganku gara-gara mereka takut ketularan. Tapi... guruku yang baik hati malah makin sayang, bahkan suatu hari beliau nyiapin jus apel dan eclair au café yang uenak tenannnn... =p untuk kumakan di kelas sepanjang pelajaran. Katanya biar cepet kuat ngikutin pelajaran yang berat...hehehehe....kok ngga pernah ada ya, guru di Indonesia yang sebaik itu?

Lama-lama, setelah 5 hari nggak kunjung sembuh, mama Jeff mulai berpikir, jangan-jangan ini gara-gara aku terbiasa dengan antibiotik. Beliau memaksaku balik ke pak dokter lagi.
Sementara, aku mulai berpikir, jangan-jangan ini gara-gara aku jarang berdoa mohon kesehatan. Aku jadi mulai berdzikir lagi malam-malam (shame on me... jangan ditiru ya, inget berdoa kalo lagi sakit doang...)

Sementara, suatu siang, guruku bertanya, "est-ce que une allergie?"
Pertanyaan yang cerdas. Aku jadi terpikir kemungkinan itu. ALERGI. Lagian, kayanya virus-virus sudah keluar dari tubuhku, terbukti, aku ngga lagi sakit tenggorokan, pusing atau sakit tulang.
Auw, tapi alergi apa dong?

Spekulasi pun bermunculan. "Kamu alergi serbuk sari bunga ya?"
"Absolutement non, je pense. J'aime faire le jardinage", jawabku. Aku yang suka berkebun kok dikira alergi serbuk sari bunga...
"alergi debu?"
"alergi bulu kucing?"
"alergi keju perancis?"
"alergi strawberry?" (malam itu makanan penutup kami strawberry dengan whipping cream)
sampai,
"jangan-jangan, kamu alergi Jeff...?"
Keluarga yang lucu. Tapi malam itu aku tetep ngebangunin mereka dengan parade batukku....

Akhirnya, kemarin aku kembali ke dokter.
Betul, dokter bilang satu-satunya kemungkinan adalah alergi. Tapi buat tau aku alergi apa butuh waktu lama dan biaya yang ngga sedikit. Jadi, selain membayar 29 euro lagi buat periksa, hari itu kartu Amex-ku mencatat transaksi 15 euro lagi di pharmacy (apotik) untuk pembelian obat anti alergi dan corticoid.

Meski masih penasaran aku alergi apa, aku mencoba berhenti bertanya-tanya sementara dan melihat fakta bawa banyak sekali orang Perancis yang sakit parah saat musim semi tiba. Semua gara-gara alergi. I'm not alone, and it looks normal, so it's fine.

Malam ini batukku berkurang 90%, meski sesiangan tadi aku jalan-jalan di bawah hujan di Paris. Suhu udara hari ini 7°-14° setelah kemarin sempat mencapai 17°. Hangat, dengan bunga-bunga Dafodil dan Primerose yang mulai bermunculan di kebun belakang dan taman-taman kota. Legaaa... banget rasanya. Semoga malam ini semua bisa bobo nyenyak, termasuk Chachoune si kucing gendut yang suka bobo di sofa orange di kamarku. =D

Yang membuat semakin lega adalah fakta bahwa aku punya travelling insurance yang bagus. Bukan promosi, tapi siapa tahu ini bermanfaat buat teman-teman yang mau travelling ke area Schengen/Uni Eropa. Aku pakai Elvia. Jeff yang pilihin insurance ini. Preminya 75 euro, berlaku untuk 90 hari, dan semua biaya pengobatan di-reimburse dengan transfer langsung ke bank account.

Saat konfirmasi reimbursement mereka memastikan penggantian biaya berobat ini. Bahkan mereka juga tanya, kapan aku pulang, dan pakai pesawat apa. Mereka bilang, mereka siap kirim ambulance kapan saja, bahkan sampai saat-saat terakhir di bandara.

Gubrak. Itu hebat atau terlalu heboh ya? :?/

*** FIN ***

My First Writing Homework

This is the first writing project for my homework, and I did it!!!
I'm just crazy about writing, and eventhough now I'm still in beginner class of Alliance Français Paris, I try my best to write what I know, and, hum, here it is...


LE COUPLE ET LA FAMILLE EN INDONESIE

Les Indonésiens regardent le mariages comme presque une obligation pour tous les adultes. Il y a une variation des àges moyens pour le mariage en Indonésie. Dans les grandes villes, par exemple Jakarta, la capitale, l'àge moyen du mariage est de 28 ans pour les femmes et 3 ans pour les hommes. Mais, pour les villes rurales, l'àge moyen est 20 ans pour les femmes et 24 ans pour les hommes.
Le niveau d'education par personne affecte aussi la decision du mariage. Les Indonésiens qui possedent une éducation plus eleveé se marient plus tard, parce que normalement quelqu'un qui finit ses études à université à l'age de 24 ans veut commencer sa carriére avant le mariage.

La majorite des couples modernes a deux enfants depuis 1980, quand le gouvernement à recommendé le plan familial qui proment que "deux enfants sont assez". Mais le plan familial n'est pas obligatoire pour les citoyens. Alors, aujourd hui il y a aussi des familles qui ont 3 à 5 enfants, mais il y a un peu. En Julliet 2005, le composition de la population par ages en Indonésie est de 29.1% de 0 à 14 ans, 65.7% de la population de 15 à 64 ans, et 5.2% de plus de 65 ans (www.cia.gov).

Je n'ai pas trouvé d'enquette qui ont fait une recherche sur l'opinion des Indonésiennes visevis d'importance de la famille, mais culturellement la famille est tres importante pour la majorite des Indonésiennes. Les familles ont un role dominant dant les décisions principales de la vie des enfants depuis leur plus jeune age. Une illustration culturelle peut etre donnée; les Indonésiens connaissent beaucoup de proverbes qui expriment l'importance de la famille. Un exemple est un proverbe populaire de l'importance des parents, "la permission donneé par les parents est la route vers le futur bonheur", et un proverbe sur l'importance des enfants comme "les enfants sont un bijou dans le coeur des parents"... et cet proverbes se confie à la majorité des Indonésiennes jusqu à aujourd hui!

En 2005 la population Indonésienne est de 242 millions d'habitants. 50.08% de la population sont des femmes (www.cia.gov), et presque 35% des femmes travaillent et apportent de l'argent au ménage (www.nakertrans.go.id). Les familles dont le mari et la femme ont un gros salaire préfèrent avoir une bonne, ou une employee de maison qui effectue les taches ménagère à la maison. Maniere que la culture du "pattern patriarcat" reste dans la majorite des familles indonesiénnes: le role du père de famille qui est le chef de famille reste le principle meme des famille indonésiennes. C'est en majorite les hommes qui prennent les decisions importantes, et l'egalité n'existe pas encore pour les travaux domestiques dans beaucoup des familles.

Les activistes pour l'égalite des droits des femmes disent: "les deux pieds de la femme indonésiennes marchent sur deux terrains differentes: le terrain domestique et le terrain professionel; et elle doit faire avec les deux à la fois".
Cette position n'est jamais facile à tenir...

Resources de données:
-
www.cia.gov
- www.nakertrans.go.id

Note from my teacher, Mme. Beatrice Tauzin:
travail trés complet et trés interessant, bien rédigé... Bravo Asri! =)

apa kabar Indonesia?


Hmmm...
Setelah 1 kali nonton pertandingan rugby dan 1 kali nonton bola di Stade de France di tengah suhu -2°C, jalan-jalan ke Roche sur Foron, Annecy, Provins, liat pabrik Champagne, visit ke pabrik coklat pertama di dunia, jalan-jalan di castle Champs sur Marne di tengah salju, 2 pesta ulang tahun, 7 undangan makan malam, visit ke pameran women's day di Unesco, 3 kali ke Disneyland, ngubek-ubek Chinatown di distrik 13, nemu pasar ikan di Bastille, nonton pameran lukisan internasional di Cité des Arts, jadi tamu di kelas bahasa Inggris di Villiers, nonton pameran digital images dan satu kali keracunan oysters....akhirnya...

.... musim semi tiba!!!! Yipppeeeeeee....
Tadi pagi aku bangun dengan suara burung di luar jendela. Bunga-bunga kecil mulai muncul malu-malu, rumput di taman-taman mulai hijau, pohon-pohon apel di taman Luxembourg mulai ditata dan dikasih label nama, dan sakura di beberapa tempat mulai mekar. Temperatur mulai beranjak lebih dari 10°, meski di pagi dan malam hari masih dibawah 0°.

Disini aku jadi bisa lebih mensyukuri siklus kehidupan dan hangatnya sinar matahari...euuuuuuwwww....C'est absolutement une belle vie!

Sekolah tetap berjalan seperti biasa. Banyak PR, ada test tiap hari Jumat, plus aku masih harus melewatkan 2 jam per hari untuk pulang-pergi di kereta commuter rute banlieu La Defense/Paris-Marne la Vellee/Parc Disneyland.

Alliance Français Paris (AFP), sekolahku, terletak di boulevard Raspail. Kawasan Raspail, Montparnasse, Luxembourg dan St. Michel yang terletak di distrik 6 Paris juga disebut sebagai "le quartier des étudiants" atau "kawasan pelajar", karena di sini banyak universitas dan sekolah terkemuka, seperti universitas Paris, Universitas Sorbonne atau AFP.

Minggu lalu suasana di distrik ini cukup menegangkan. Ada demo massal, yang disebut sebagai "manifestation contre le CPE" atau pernyataan menentang "CPE", undang-undang ketenagakerjaan yang baru diberlakukan di Perancis. Beberapa pasalnya dianggap sangat merugikan para manula, penyandang cacat dan fresh graduates, diantaranya pasal yang mengatur tentang kontrak kerja dan sistem PHK. Yang patut ditiru dari demo di sini adalah rapinya perencanaan dan informasi kepada publik tentang waktu dan jalur yang dilewati demonstran. Sehari sebelum demo kita bisa melihat detail rute dan waktu demo di TV-TV, dan semuanya ontime.

Ribuan mahasiswa, orang tua dan kelompok penyandang cacat turun ke jalan, long march di sepanjang rute St. Michel-Port Royal-Luxembourg-Raspail-Montparnasse.
Sebetulnya sih suasananya lebih mirip karnaval, dengan truk yang bawa sound system gede-gede, baju-baju demonstran yang ditempeli sticker warna-warni berisi pesan anti CPE dan barisan yang rapi...

Tapi, Kamis siang, saat kelasku lagi sibuk ngerjain tugas mengarang, tiba-tiba ada suara tembakan di tengah ramainya yel-yel demonstran. Ternyata ada provokator yang tawur sama polisi di ujung jalan. Nggak lama kemudian jalan di depan kampusku langsung dipenuhi van polisi, lengkap dengan sirinenya yang bising, dan polisi yang berlarian di jalan dengan pistol dan tameng. Euh... kereta bawah tanah jadi lebih padat gara-gara jalan raya macet dan banyak bus yang terlambat.

Hari itu aku melihat Paris yang nggak secantik biasanya. Banyak spanduk di sepanjang jalan dan di depan universitas-universitas. Selain polisi yang siaga, yang bikin suasana terasa tegang adalah sepinya jalan raya. Semua orang berusaha jalan secepat mungkin ke stasiun métro terdekat, karena kadang (seperti halnya di kebanyakan aksi di jalan) kita bisa terjebak di tengah kerusuhan dan tiba-tiba diangkut di dalam truk polisi.

Jangan bayangkan kalau di negara yang menganut asas Liberté-Egalité-Fraternité ini polisi akan sehati-hati polisi di USA. Di sini polisi lebih suka main gebuk sembarangan. Makanya ngga heran kalau kata "police" sering dipelesetkan jadi "poulet", alias "ayam", untuk menggambarkan sebelnya orang Perancis pada polisi yang suka menggertak di balik seragamnya.

Cerita lain dari minggu lalu adalah, aku pergi ke "Salon Mondial du Tourisme", atau pameran Turisme Internasional di Paris. Ini adalah pameran internasional pariwisata terbesar di perancis dan salah satu yang terkemuka di kawasan Eropa. Ada lebih dari 300 peserta pameran dari lima benua. Di barisan terdepan ada stand promosi negara-negara anggota Uni Eropa... agak ke belakang, ada Amerika Utara dan Selatan... agak ke belakang lagi, ada Australia... sedikit ke belakang sebelum negara-negara Arab dan Afrika ada China, Korea, Jepang.... Malaysia, Vietnam, Thailand, Cambodia sampai Myanmar (dengan stand mininya).... aku sudah menduga, tapi cukup sedih juga melihat tidak adanya stand Indonesia di sana.

Yang bikin tambah sedih adalah saat aku melihat Thailand mempromosikan dirinya sebagai "the most exotic destination in South-East Asia" alias tujuan paling eksotik di Asia Tenggara, dan Malaysia mempromosikan truly Asia, uniknya batik, sarung tenun, suku dayak, lontong-sate ayam dan...hiiiikkkkksssss........wisata bawah air "experiencing tropical coral reefs" di kawasan SIPADAN dan LIGITAN!!! huuuuaaaaaa.......

Bukannya kita lebih eksotik dari mereka ya??? Kita juga punya jauh lebih banyak keindahan di Indonesia...tapi.... Thailand lebih populer sebagai tujuan wisata orang Perancis gitu loh... bulan ini sepupu Jeff liburan 2 bulan ke Thai. Bulan depan sahabatnya juga jalan-jalan ke sana. Olala.... c'est trop-trop triste pour nous!

Tapi ngga heran juga sih, kenapa bisa begini... Thai dan Malaysia punya tourism office yang cukup besar dan agresif berpromosi di sini. Kita bisa nemu iklan tentang mereka di majalah-majalah yang terbit di Perancis. Ngga cuma mereka, Maldives yang kecil mungil dan barusan sembuh dari porak-porandanya tsunami aja pasang poster besar-besar di stasiun kereta bawah tanah.... makanya mereka bisa lebih populer sebagai tujuan wisata dibanding Indonesia....

Ingat juga kao aku berangkat ke Paris naik pesawat Garuda yang dioperasikan oleh Malaysian Airlines, karena MAS bisa kasih harga termurah untuk sebagian besar tujuan di Asia Tenggara dengan waktu transit yang tidak terlalu lama dan layanan prima. Tapi-tapi...ingat... carrier-nya, pesawatnya adalah milik Garuda....
Kenapa ya Garuda ga bisa operate pesawat ini seperti halnya MAS???

Kenapa ya, kita selalu dengar kata "biaya operasional yang tinggi" dari perusahaan penerbangan kita, sementara untuk musim panas tahun ini aja Malaysian Airlines berani kasih harga mulai dibawah 500 euro untuk flight Paris-(berbagai kota di) Asia Tenggara? Malah kata Lutfi, ada temannya yang bisa dapat 300 USD untuk terbang bersama MAS Jkt-Tokyo!

Gatau deh, liat keadaan begini aku jadi mikir, apa ya yang disebut-sebut sebagai promosi pariwisata Indonesia, kalau di pasar besar seperti pameran ini aja kita ga ada?

Tapi daripada gemes mikirin pemerintah kita yang kurang agresif berpromosi, dan mengingat kata Aa Gym tentang 3M, mulai dari diri kita sendiri, mulai dari saat ini dan yang kecil dan mulai dari yang kecil, aku jadi suka berusaha mempromosikan Indonesia.

Aku bikin file PPS berisi foto-foto hasil jepretan Jeff dan aku saat travelling. Tiap ada kesempatan ketemu sama siapapun juga, entah itu buat ngisi kelas bahasa Inggris, di acara dinner sampai di sekolahku, aku bawa-bawa laptop dan selalu menawari orang-orang dengan sopan, "voulez-vous regarder les photographes d'Indonésie?"

Biasanya mereka menyambut dengan "bien sur!" ("tentu saja!"), meski aku tau dari mata mereka kadang ada yang bilang itu demi sopan santun doang...hehehehe...

Dengan bahasa Perancisku yang pas-pasan, Aku mulai dengan foto laut yang jernih di Karimunjawa... dan....
tuiiinngggg.... mata audience biasanya langsung terbelalak kagum, dengan mulut terbuka...
"olala...c'est magnifique!" (ya ampun...luar biasa!)
"c'est tres jolie!" (cantik bangeetttt!)
atau, saat ada teman mereka yang ngga konsentrasi, mereka langsung menepuk pundaknya, "regarde, c'est trop beau!"
dan mereka akan fokus melihat foto-foto selanjutnya...
tebing di uluwatu, bukit di sekeliling borobudur, danau dan gunung di Bali, sunsets, koral di Karimunjawa, penangkaran hiu dan penyu, polder Tawang, sawah, bunga-bunga, pemandangan pantai utara jawa dari jalur kereta, orang memanjat pohon kelapa, foto pohon pisang, nanas, coklat, kopi, vanilla, merica, dan mereka jadi nyadar kalau banyak makanan enak yang berasal dari negara tropis...

Beranjak ke foto-foto dari kebun raya Bogor... teratai raksasa, pohon raksasa, anggrek, palmetieres...
Lalu ikan-ikan di sea world Indonesia, sampai baju, rumah tradisional dan kostum penari jawa.
Setelah semuanya selesai, biasanya mata mereka masih berbinar-binar dan bilang dengan tulus..."Indonésie est trop magnifique pay..."
"Indonesia adalah negara yang luar biasa..."

Aku sadar, hasilnya pasti nggak sebanyak kalau kita buka stand di Pameran Pariwisata, tapi berkat foto-foto di laptop ini bulan Mei nanti sepasang pengantin baru udah mau berangkat bulan madu ke Indonesia. Seorang guru yang bentar lagi pensiun mau ke Indonesia tahun depan dan mulai baca Lonely Planet tentang negara kita, seorang supervisor di Disney plus istrinya merencanakan liburan ke Indonesia buat musim panas tahun ini, anak-anak di 2 kelas di Villiers jadi tahu dimana Indonesia, dimana Jakarta, Bali dan Semarang, dan seorang anak umur 7 tahun bilang ke papanya, kalau sekarang dia lebih suka Indonesia dibanding China atau Jepang...
ayayayaya.....aku bahagia....
Presentasi tentang Indonesia jadi berasa kaya kerja sambilan deh....

Bukan cuma soal promosi wisata yang bikin aku kesel teman-teman...
Aku juga sering kepikiran, kenapa barang2 yang ada di pasar Perancis kebanyakan berasal dari Vietnam, Singapura, Thailand plus China?
Menurutku sih tinggal di sini lebih enak daripada di Jepang karena kita bisa nemu berbagai bahan dari Asia Tenggara dengan mudah, mulai dari singkong, pisang tanduk, jantung pisang, petai, jengkol (!!!), kangkung sampai permen asem, bumbu dapur (daun salam, lengkuas, sampai terasi dan daun jeruk ada loh..) sampai nangka muda kalengan yang bisa buat bikin gudeg!

Dan... semua keajaiban Asia Tenggara itu diimpor dari negara-negara yang kusebutin di atas... kenapa bukan dari Indonesia?
Kebayang ngga sih, kalo nangka muda, jantung pisang dan petai sebetulnya bisa diekspor???
Euh... any idea?
Yang jelas, aku kepikiran tentang semua ini karena aku sayang Indonesia....
Bukannya kalo negara lain aja bisa sebetulnya kita juga bisa ya?

Sekian laporan dari Paris....
I love you all!
commenting and trackback have been added to this blog.