Ada Saatnya, Hidupku Berwarna...

Hi, I'm back!
12 hari memang pendek, tapi hari-hari di Jepang kemarin adalah hari terindah yang pernah kulewatkan di sana. Mungkin karena aku sudah semakin dewasa, mungkin juga karena di sana aku bertemu teman-teman yang luar biasa, bicara dalam satu "bahasa", punya minat dan isi kepala yang serupa... Kami sangat serius saat berdiskusi atau menyiapkan presentasi tentang kegiatan-kegiatan sosial yang mungkin kami laksanakan setelah pulang, tapi juga kami menikmati hidup dan persahabatan. What a wonderful moment!
Tahun ini aku benar-benar bisa memanfaatkan waktu yang kupunya, diantara padatnya jadwal meeting, diskusi atau drafting, ternyata bisa juga aku menyelinap malam-malam buat menjelajah sisi lain dari Tokyo, Gifu dan Nagano.
Jepang, seperti yang telah banyak diceritakan, adalah melting pot kehidupan ultra modern dan penghargaan terhadap keselarasan alam dan kebudayaan. Di sudut-sudut kota megapolitan lampu-lampu neon di billboard ngga pernah berhenti menyala, seiring sesaknya trotoar oleh para fashionistas yang menikmati malam selepas sibuknya hari-hari kerja mereka. Aku selalu baru sempat keluar dari National Youth Center atau ANA Hotel Tokyo setelah jam sebelas malam, berlarian di subway, mengejar kereta yang berakhir jam operasionalnya jam 12 malam, untuk sekedar menikmati malam di Shinjuku...
Shinjuku!

Adriene (Malaysia), Asri (Indonesia dong..), Vien (Laos).. hum, ini jalan apa ya?

yang jelas ini tempat shopping anak-anak muda, jauh lebih murah dari Shinjuku, 4 stasiun dari Sangubashi gitu deh...

Di sana juga aku bertemu dengan teman-temanku, berjalan-jalan di tempat yang pernah kami kunjungi beberapa tahun yang lalu, dan mengenang tahun-tahun yang terlewat...

Ate (Laos), asri (Indonesia), Sue (Japan).. Tokyo Tower by 11 p.m.!

Di hari-hari yang lain, setelah gemerlapnya Tokyo, kami juga diajak ke akar budaya Jepang. Di bawah ini adalah rumah kuno di desa Shirakawa, Gifu Prefecture, sebuah desa kuno dengan rumah-rumah Wada dan Gassho yang berusia lebih dari 400 tahun. Desa ini dijadikan sebagai salah satu World Heritage oleh UNESCO, dan benar-benar dilindungi kelestariannya oleh masyarakat Jepang... Sebetulnya Indonesia juga punya banyak situs budaya seperti ini kan? lihat saja, pemukiman suku Baduy, atau Rumah Tradisional suku Sasak...

Asri dan Wada House, Shirakawa, Gifu.. Aku baru 27 tahun, dan rumah ini 450 tahun! hauuu... :))

Di hari yang lain, 30 menit sebelum pertemuan dengan local NPO yang dikelola oleh para manula di Takayama, Gifu, kami "menghilang" di sela ramainya arak-arakan pawai festival musim gugur...

Lost in Translation? :)

Di sepanjang jalan masih terlihat kuil-kuil yang dipenuhi sesaji, ucapan terimakasih para petani kepada Dewa Bumi dan dewa panen yang melimpahkan hasil panenan mereka...

Kuil Panen mungil di Takayama, Gifu

Di hari yang lain, kami belajar tentang "Wisdom of Nature", Kebijakan Alam, di sebuah hutan yang dikelola oleh NPO setempat, yang menyebutnya sebagai Healing Forest, atau Hutan yang menyembuhkan segala penyakit... Sedikit cerita, kami mendapat penjelasan mengapa saat berada di dalam hutan tubuh kita terasa segar. Ternyata ini karena jutaan tahun yang lalu nenek moyang kita hidup di hutan-hutan yang masih berudara murni, dan rantai-rantai DNA manusia merekam memori menyenangkan itu, mewariskannya kepada kita, menumbuhkan rasa keterikatan pada alam, sampai saat ini...


Di Healing Forest, Nagano

Melting pot yang sesungguhnya, yang menyatukanku dengan berbagai bangsa adalah tempat menginap favoritku: National Youth Center, alias Tokyo Memorial Olympic, penginapan buat atlet dan para pemuda, yang terbagi dalam berbagai blok, berisi kamar-kamar mungil, common rooms, public bathroom, kafetaria dan kafe dengan atmosfer yang bersahabat, dan puluhan ruang pertemuan dimana kami berdiskusi, atau merayakan pesta-pesta kecil...

NYC Tokyo

Di Reception Hall, Renaissance Cafe dan Rambadia Performance... NYC, the real melting pot.

Ada saatnya, hidupku berwarna, dan 12 hari kemarin adalah salah satu sequence paling berwarna buatku...